NU Palembang Online – PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex resmi dinyatakan pailit secara hukum saat Pengajuan Kasasinya di tolak Mahkamah Agung (MA). Dengan putusan Nomor 1345 K/Pdt. Sus-Pailit/2024 dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim Agung, Hamdi, bersama dua anggota majelis, yaitu Hakim Agung Nani Indrawati dan Lucas Prakoso pada tanggal 18 Desember 2024.
Dalam perjalanannya Sritex merupakan salah satu perusahaan tekstil terintegrasi terbesar di Asia Tenggara yang berlokasi di Sukoharjo, Jawa Tengah. Didirikan pada tahun 1966 oleh H.M Lukminto, perusahaan ini berkembang dari pedagang tekstil tradisional di Pasar Klewer, Solo, menjadi pemain utama industri tekstil global.
Perusahaan ini bahkan memproduksi seragam militer untuk NATO dan tentara Jerman sejak 1994, menunjukkan kapabilitas produksi yang memenuhi standar internasional.
Bahkan Sritex memiliki pasar lebih dari 100 negara dan memperkerjakan puluhan ribu karyawan sebelum mengalami kesulitan keuangan.
Dengan adanya putusan status pailit PT Sri Rejeki Isman Tbk yang berkekuatan hukum tetap atau inkrah. Meyebabkan dampak yang besar bagi dunia perekonomian industri tekstil dan masalah sosial tenaga kerja Indonesia.
Dampak Pailit PT. Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex)
Dunia Industri tekstil
Dengan adanya pailit PT. Sri Rejeki Isman Tbk salah satu perusahaan tekstil terbesar di Indonesia memberikan dampak signifikan terhadap industri tekstil dalam negeri yang berpotensi hilangnya kepercayaan dari investor, kontraktor, serta rantai pasok lokal dan internasional.
Ditambah lagi akibat ketidakstabilan geopolitik dan krisis ekonomi dunia dengan adanya perang Rusia-Ukraina dan Israel-Palestina yang akan berpengaruh rendahnya daya beli masyarakat.
Tenaga Kerja Indonesia
Akibat Putusan Pailit terhadap PT. Sri Rejeki Isman Tbk, Puluhan ribu karyawan terancam akan kehilangan pekerjaan atau terdampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), hal ini akan meningkatkan data pengangguran di Indonesia dan memperburuk masalah ekonomi bagi masyarakat Indonesia.
Terdapat data sekitar 50.000 pekerja di PT. Sri Rejeki Isman Tbk, dan 6.000 karyawan Sritex sudah di rumahkan sejak status perusahaan ini dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang.
Apabila benar terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) oleh pihak Sritex hal ini akan memperburuk kesenjangan gender di dunia kerja, sebab mayoritas pekerja di sektor industri tekstil ini ialah pekerja perempuan, hal ini akan memicu potensi krisis sosial.
Hal-hal Yang Perlu dilakukan Pemerintah
Revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024
Pemerintah harus segera mengkaji ulang Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 tentang penghapusan peraturan teknis impor pakaian jadi. Akibatnya impor yang saat ini memberikan keleluasaan bagi produk impor untuk masuk ke Indonesia atau pasar domestik.
Apabila pemerintah segera melakukan revisi Permendag Nomor 8 Tahun 2024 ini merupakan langkah positif untuk membatasi arus masuk impor dan memberi ruang bagi pengusaha dan produk lokal untuk mempertahankan dan melindungi industri tekstil nasional di tengah persaingan industri tekstil yang semakin ketat.
Menjamin Kebutuhan Hak-hak Pekerja Pemerintah harus fokus dan serius dalam membantu melindungi sekitar 50.000 karyawan PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex yang akan berdampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat buntut pailitnya perusahaan industri tekstil itu. Mengingat persoalan PHK ini menyangkut nasib dan kesejahteraan para karyawan tersebut.
Dalam menjamin kebutuhan hak-hak pekerja, Pemerintah harus memastikan dengan benar mengenai regulasi, fasilitas dan bantuan yang diberikan pemerintah, jika memang tidak bisa di hindarkan lagi pemerintah harus betul-betul menjamin hak-hak pekerja yang terkena PHK dapat diberikan tanpa adanya hambatan serta memberikan bantuan fasilitas penyaluran pekerja di tempat-tempat baru.
Penulis: M. Razik Ilham, Ketua PB PMII Bidang Ketenagakerjaan 2024-2027