NU Palembang Online – Khutbah Jumat ini mengingatkan para ayah untuk semakin terlibat dalam pengasuhan anak. Hal ini penting mengingat fenomena Fatherless (anak di luar asuhan ayah) berefek negatif pada kesehatan mental anak.
Dilansir dari NU Online penting sekali keterlibatan pengasuhan ayah dalam rumah tangga untuk membangun karakter anak.
Khutbah I
الحَمْدُ للهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيْهِ عَلَى مَرِّ الزَّمَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمُنَـزَّهُ عَنِ الْجِسْمِيَّةِ وَالْجِهَةِ وَالزَّمَانِ وَالْمَكَانِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ أَمَّا بَعْدُ، عِبَادَ الرَّحْمٰنِ، فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ المَنَّانِ، الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ: يرَبِّ اجْعَلْنِيْ مُقِيْمَ الصَّلٰوةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِيْۖ رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاۤءِ
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.
Khatib mengajak jamaah sekalian dan tentunya diri khatib pribadi untuk senantiasa menjaga dan meningkatkan kualitas ketakwaan kita kepada-Nya, karena dengan ketakwaan, Allah akan memberikan jalan keluar dari problem kehidupan yang kita hadapi, juga akan memberi kita anugerah yang melimpah tanpa disangka-sangka dari mana datangnya.
Jamaah kaum muslimin yang dirahmati Allah, Pengasuhan seorang ayah terhadap anak-anaknya dalam satu keluarga sangatlah penting. Beberapa tahun ini kita mendengar istilah Fatherless yang berarti tidak adanya sosok ‘ayah’ dalam pengasuhan anak dalam rumah tangga, baik secara fisik maupun psikologis. Hal ini bukan hanya terjadi kepada anak yatim saja, akan tetapi terjadi kepada mereka yang masih memiliki ayah namun tingkat keterlibatannya dalam pengasuhan anak sangat rendah. Fatherless dapat terjadi disebabkan beberapa faktor seperti kondisi sosial, ekonomi, maupun budaya yang hidup di tengah masyarakat.
Di antara efek negatif dari Fatherless adalah turunnya tingkat kepercayaan diri pada anak, anak menjadi cenderung menarik diri dari kehidupan sosial, rentan melakukan tindakan kenakalan remaja, kriminal, hingga kekerasan, mengalami masalah mental. Fatherless juga berisiko memicu depresi, ketakutan, kecemasan, tidak bahagia dalam hidup, nilai akademis rendah, kurang menghargai diri sendiri, merasa tidak aman secara fisik dan psikis, berpotensi memiliki hubungan yang rumit dengan pasangannya kelak, dan juga sulit berkomunikasi dan memecahkan masalah.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah. Terkait dengan peran ayah dalam rumah tangga, sebagai orang Muslim kita memiliki pedoman berupa Al-Qur’an dan hadits. Kita bahkan memiliki teladan yang patut untuk ditiru dalam menjalankan bahtera rumah tangga beserta pengasuhan anak, yaitu baginda besar Nabi Muhammad saw. Apabila kita melihat dalam Al-Qur’an, maka kita akan melihat bahwa tanggung jawab mengurus anak dan keluarga adalah tanggung jawab kedua orang tua, bukan hanya istri saja, atau suami saja. Keduanya mesti terlibat dalam pendidikan dan pengasuhan yang mengarahkan anak-anaknya menuju jalan Allah saw. dan melindungi mereka dari penyebab yang menjerumuskan mereka kepada neraka. Allah berfirman dalam Al-Qur’an surah al-Tahrim ayat 6:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلٰۤىِٕكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَآ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (QS al-Tahrim : 6).
Selain itu, dalam Al-Qur’anterdapat beberapa kisah antara para Nabi dengan anak-anaknya. Kisah-kisah penuh teladan itu ada pada kehidupan Nabi Yaqub dan Nabi Yusuf beserta saudara-saudaranya, Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, juga kepada Luqman al-Hakim ketika menasihati anaknya.
Sementara lain, Syekh Ahmad bin Muhammad as-Shawi dalam kitab Hasyiah al-Shawi ala al-Jalalain mengisahkan betapa pentingnya peran ayah dalam membentuk budi pekerti anaknya. Dalam wasiat bijaknya Luqman al Hakim, mengingatkan pada anaknya pentingnya takwa dalam kehidupan manusia. Ia berkata:
يَا بُنَيَّ إِنَّ الدُّنْيَا بَحْرٌ عَمِيقٌ يَغْرَقُ فِيهِ نَاسٌ كَثِيرٌ، فَلْتَكُنْ سَفِينَتُكَ فِيهَا تَقْوَى اللَّهِ تَعَالَى، وَحَشْوُهَا الْإِيمَانُ بِاللَّهِ تَعَالَى، وَشِرَاعُهَا التَّوَكُّلُ عَلَى اللَّهِ لَعَلَّكَ تَنْجُو
Artinya: “Wahai anakku sesungguhnya dunia adalah lautan yang sangat dalam. Banyak manusia terjebak dan tenggelam di dalamnya, maka jadikanlah iman sebagai sampan, takwa kepada Allah sebagai layar agar engkau tak tenggelam dalam gemerlap lautan dunia ini” (Beirut; Dar Kutub al Ilmiah, jilid IV, 2006, halaman 397)
Dari interaksi mereka, kita dapat melihat bagaimana kedekatan ayah dan anak, bagaimana anak dapat berinteraksi secara terbuka kepada ayahnya, dan bagaimana ayah memberikan ruang kepada anaknya untuk menceritakan apa yang dialaminya.
Jamaah kaum muslimin yang dirahmati Allah Selain contoh-contoh tadi, Rasulullah merupakan contoh yang ideal bagi para ayah untuk turut berkontribusi dalam pengasuhan anak. Bagaimana Nabi sangat menyayangi keluarga, anak serta cucunya. Dengan hadir di tengah-tengah mereka dapat menjadi suri teladan yang penting bagi para ayah di Indonesia.
Betapa sayangnya Nabi Muhammad terhadap anak dan cucunya. Pernah pada suatu waktu Nabi mencium Hasan bin Ali. Kala itu di sisi Nabi ada al-Aqra’ ibn Habis, ia berkata, “Aku mempunyai sepuluh anak, tapi tak ada satu pun yang pernah kucium.” Kemudian Nabi membalasnya,
مَن لا يَرْحَمُ لا يُرْحَمُ
Artinya: “Siapa pun yang tidak menyayangi, maka tidak akan disayangi.” (Hadis Riwayat Imam al-Bukhari).
Di lain waktu, saat salat berjamaah, beberapa kali cucu Nabi ada di sekeliling beliau dan hinggap di badannya. Bahkan pernah Nabi memperlama sujudnya karena cucunya, Hasan dan Husain naik dipunggungnya. “Aku tak suka membuatnya tergesa-gesa hingga dia memenuhi hajatnya” (Hadis riwayat al-Nasa’i). Kemudian, apabila ada waktu senggang, Nabi meluangkan untuk bercengkerama dan bermain bersama cucunya. Hal ini direkam oleh Abu Hurairah dalam riwayatnya yang berbunyi:
كنتُ مع رسول الله صلى الله عليه وسلم في سوق من أسواق المدينة، فانصرف فانصرفتُ، فقال: «أين لُكَعُ -ثلاثا- ادعُ الحسن بن علي». فقام الحسن بن علي يمشي وفي عنقه السِّخَاب، فقال النبي صلى الله عليه وسلم بيده هكذا، فقال الحسن بيده هكذا، فالتزمه فقال: «اللهم إني أُحبه فأَحبَّه، وأَحبَّ من يحبه».
Artinya, “Aku pernah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di salah satu pasar Madinah. Beliau pergi, maka aku juga pergi. Lalu beliau bersabda, ‘Dimanakah anak kecil itu? – beliau mengulang pertanyaan itu tiga kali -. Panggilkan Hasan bin Ali.’ Maka Hasan bin Ali berjalan sedang di lehernya ada kalung. Lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi isyarat dengan tangannya. Lalu Hasan mengisyaratkan dengan tangannya juga. Beliau memeluknya lalu berkata, “Ya Allah! Sesungguhnya aku mencintainya maka cintailah ia dan cintailah orang yang mencintainya.” (Hadis riwayat Imam al-Bukhari).
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah. Dari teladan-teladan ini terdapat banyak hikmah yang akan didapat dalam peran pengasuhan ayah pada anak. Peran ayah dalam pengasuhan akan berimplikasi positif pada tumbuh kembang anak, misalnya dapat mengajarkan anak cara untuk menghadapi masalah, mengajarkan prinsip penting bagi masa depannya, mengajarkan anak membedakan perilaku benar dan salah serta konsekuensinya, serta mengajarkan tanggung jawab dengan memenuhi kebutuhan keluarga. Dengan demikian, generasi masa depan negara kita akan menjadi lebih baik karena diisi oleh anak-anak yang mentalnya sehat dan baik. Wallahu a’lam
بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم
Khutbah II
الْحَمْدُ لِلَّهِ وَ الْحَمْدُ لِلَّهِ ثُمَّ الْحَمْدُ لِلَّهِ. أَشْهَدُ أنْ لآ إلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ لَا نَبِيّ بعدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يٰأَ يُّها الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ. اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، اَلْأَحْياءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ والقُرُوْنَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عامَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ اللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَاَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ عٍبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ