NU Palembang Online – Dilansir dari buku Sejarah NU Palembang, Sebelum terbentuknya NU Palembang, terlebih dahulu berdiri Madjelis Pertimbangan Igama Islam (MPII). Berbeda halnya dengan Raad Agama atau lembaga kepenghuluan (pengulon) Palembang yang dibentuk oleh pemerintah kolonial Belanda. MPII Palembang didirikan pada tanggal 8 Sya‟ban 1349 H (1930 M) berdasarkan keputusan rapat umum para ulama dan pemuka agama Islam. Organisasi ini awalnya beranggotakan 70 orang, yang terdiri atas para kiai, alim ulama Palembang, pemuka-pemuka agama di daerah dan unsur ulama kepenghuluan (Raad Agama).
MPII ini dilengkapi pula Badan Lajnah Tanfidziyah yang khusus bersidang menangani permasalahan-permasalahan yang berkembang dalam masyarakat. Karena memang pada masa itu (zaman kolonial) di Palembang sedang berkembangnya aliran pemikiran pembaharu dan tranformasi modern, sehingga dikenal dengan istilah faham Kaum Tuo (Kaum Kolot) dan Kaum Mudo (Kaum Pembaru). Wadah organisasi ini bersekretariat di Sekolah Qur‟aniyah 15 Ilir Palembang.
Terbentuknya MPII pada awalnya bertujuan untuk mencari solusi dan sekaligus mengakhiri pertikaian masalah-masalah khilafiyah yang terus- menerus melanda umat Islam di Palembang. Namun ternyata, terbentuknya MPII tidak juga meredakan konflik atau perselisihan faham khilafiyah keagamaan yang telah berkembang di masyarakat Palembang.
Dengan kata lain, pembentukan MPII ini bukan berarti menciptakan kesatuan baru dikalangan umat Islam Palembang. Bahkan, MPII mendapat kritik tajam dari ulama birokrat (hoofdpenghoeloe), termasuk di dalamnya salah seorang anggota MPII, KH. Muhammad Toyib yang telah menjabat hoofdpenghoeloe sejak tahun 1926. Ia selalu menolak untuk menghadiri semua rapat-rapat yang diadakan MPII. MPII tidak menghiraukan semua kritik tersebut dan bahkan memilih Kemas Haji Abdullah Azhary sebaga ketuanya.
Perselisihan ini masih terus berlanjut ketika Kemas Haji Abdullah Azhary merubah metode penetapan awal bulan puasa Ramadhan. Ia mengatakan bahwa metode lama dalam menentukan awal Ramadhan dengan melihat bulan baru (rukyat) dapat digabungkan secara sah dengan metode penghitungan (hisab). Pendapat tersebut tidak diterima oleh anggota birokrasi agama di Palembang dan mereka tetap mempertahankan metode rukyat.
Ketegangan laten ini muncul kali pertama pada 1922, ketika KH. Kiagus Muhammad„ Asik menerbitkan sebuah almanak yang membela gurunya, Kemas Haji Abdullah Azhary. Brosur ini segera menimbulkan reaksi keras dari kalangan ulama di sekitar Masjid Agung Palembang. Sebagai pembela ortdoksi ditunjuk Sayid Muhammad Alhabsyi, seorang guru agama dari kalangan Alawiyin, yang menerbitkan suatu brosur yang menyamai “ahli hisab” dengan julukan “Yahudiah, Nasraniah, dan Majusiah”.
Polemik ini terus diberlanjutkan oleh Kiagus Muhamma „Asik dengan panflet lain yang secara tidak langsung menyerang kepicikan Sayid Muhammad Alhabsyi dengan merujuk nama lawannya.
“Maka diketahui daripada ini setelah perkataan mualif bersamaan dengan raja Habsyi, seperti katanya pada wazir adakah negeri yang lebih besar seperti negeri kita ini maka jawab wazirnya ada ya tuanku maka tertawa-tawalah rajanya yang disangkanya tidak ada lagi negeri di bawah langit dunya ini yang terlebih besar daripada negerinya”.
Karena penghinaan “ad hominem”,55 maka penulis brosur menimbulkan kebencian dan perpecahan ini diadukan oleh Sayid Muhammad Alhabsyi kepada Raad Agama. Namun, perselisihan ini tidak dapat dilanjutkan di pengadilan hoofdpenghoeloe karena adanya intervensi Kantoor voor Inlandische Zaken. Atas nasihat R. A. Kern, melalui seorang perantara dicoba dimusyawarahkan untuk mencapai mufakat. Tetapi upaya rekonsiliasi tersebut tidak memberikan hasil.
Pada tahun 1920-an, masyarakat kota Palembang terpecah menjadi tiga kelompok besar, yaitu; kaum mudo yang mendukung metode hisab, dan kaum tuo yang terpecah menjadi dua kelompok, yakni; kelompok kepala penghulu yang mendukung rukyat saja di sisi Ilir dan pendukung Kemas Haji Abdullah Azhary yang mendukung penggabungan rukyat dan hisab di sisi Ulu kota Palembang.
Pengaruh konflik ini sangat terasa ketika umat Islam akan memasuki dan mengakhiri bulan Ramadhan. Ada kelompok masyarakat pendukung metode rukyat masih berpuasa, sementara pendukung metode hisab sudah melaksanakan Hari Raya Idul Fitri.
Kehadiran MPII dalam masalah memasuki dan mengakhiri bulan Ramadhan tidak banyak membantu krisis kepemimpinan umat Islam Palembang. Karena itu, pada tahun 1930-an, MPII dibawah pengaruh murid Kemas Haji Abdullah Azhary, mengambil alih pendirian ketuanya. Sebaliknya, hoofdpenghoeloe masih gigih menolak dengan bernaung di Masjid Agung Palembang. Bahkan, setiap 1 Syawal, menurut pendukung metode hisab/rukyat, Masjid Agung malah tutup untuk menghindari umat Islam melaksanakan shalat Idul Fitri.
MPII ini juga merupakan cikal bakal Majelis Ulama Indonesia (MUI) setelah zaman kemerdekaan, yang sebelumnya diawali dengan terbentuknya Majelis Permusyawaratan Ulama Indonesia (MPUI) yang merupakan hasil keputusan Muktamar Ulama se-Indonesia di Palembang pada tahun 1957. Adapun susunan pengurus MPII dan Lujnah Tanfiziah Palembang menurut keputusan Vergadering Umum pada 8 Sya‟ban 1349 H sebagai berikut:
Pengurus Majelis Pertimbangan Igama Islam (MPII) Palembang
1. Toean Kijai Kemas Hadji Abdullah Azhary (Voorzitter).
2. Toean Kijai Hadji Aboebakar Albestari bin Hadji Ismail (Vice-voorzitter)
3. Toean Kijai H. Moestofa Rawas (1e Secretaris)
4. Toean Kijai Kemas Hadji Agoes (2e Secretaris)
Commissaris-cómmissaris:
5. Toean Kijai Kemas. Hadji Moehamad Azhari bin Abdullah
6. Toean Kijai Kemas Hadji Abdulroni bin Kemas Hadji Moehamad Azhari
7. Toean Kijai Hadji Agoes
8. Toean Kijai Hadji Zainai bin Hadji Doeng
9. Toean Kijai Kiagoes Hadji Nining bin Moeltamad Hasim
10. Toean Kijai Kiagoes Hadji Jasin bin Hadji Hasan
11. Toean Kijai Hadji Aboehasan bin Agoestjik
12. Toean Kijai Masagoes Hadji Abdulroni bin Masagoes Hadji Abdulhalim
13. Toean Kijai Masagoes Hadji Nanang Masri bin Masagoes Atim
14. Toean Kijai Kemas Hadji Oemar bin Kemas Hadji Abdulrochman Chotib
15. Toean Kiagoes Hadji Nangtojib Hoofd-pengholeloe
16. Toean Kiagoes Hadji Agoes bin Hadji Abdullah Serod
17. Toean Kijai Hadji Kohar bin Hadji Kamaloedin
18. Toean Kijai Hadji Joesoef bin Abdulkadir
19. Toean Kijai Hadji Idroes bin Hadji Abdulmanan
20. Toean Kijai Hadji Moehamad Asik bin Amir
21. Toean Kijai Hadji Aboekabar bin Hadji Abdulcholik
22. Toean Kijai HadjiOesin bin Oemar
23. Toean Said Ali bin Alwi bin Sjahab
24. Toean Said Aboebakar bin Hoesin Alkat
25. Toean Said Abdullah bin Alwi Alhabsie
26. Toean Kijai Hadji Hasir
27. Toean Kijai Hadji Moehamad bin Hadji Achmad
28. Toean Kija1 Mattjik bin Bakeri
29. Toean Kijai Masagoes Hadji Abdulrochman bin Masagoes Hoesin
30. Toean Kijai Said Aboebakar bin Alwi bin Sjahab
31. Toean Said Moehamad bin Salim Alkaf
32. Toean Kijai Hadji Moehamad Zen Moeara Penimboeng
33. Toean Kijai Hadji Moelkan Talang Balai
34. Toean Kijai Hadji Hamdan Talang Balai
35. Toean Kijai Hadji Rodji Tebing Gerinting
36. Toean Kijai Hadji Djoeber Adoemanis
37. Toean Kijai Hadji Mardjoeki bin Hasan Mendajoen
38. Toean Kijai Hadji Hasan Serapoelau Moeara Enim
39. Toean Kijai Hadji Moehtar Moeara Enim
40. Toean Kijai Hadji Kodir Tjempaka
41. Toean Kijai Hadji Nawawi Toeboan
42. Toean Kijai Hadji Mansoer Soengei Baoeng Rawas
43. Toean Kijai Hadji Abdulwahid Lesoengbatoe Rawas
44. Toean Kijai Hadji Moekti Sekajoe
45. Toean Kijai Mahmoed Sekajoe
46. Toean Kijai Hadji Moestopa Sekajoe
47. Toean Kijai Hadji Kores Abdulkarim Tandjoeng Raman Tebingtinggi
48. Toean Kijai Hadji Akip Batoe Radja
49. Toean Said Akil bin Achmad Almenoear Batoe Radja
50. Toean Kijai Hadji Agoes bin Hadji Abdulhakim
51. Toean Kijai Hadii Lo, Abdullah Talangbali
52. Toean Said Aboebakar bin Abdullah Djamalilil
53. Toean Kijai Hadji Achmad Kajoe Agoeng
54. Toean Kijai Hadji Abdulhamid Kotaraja Kajoe Agoeng
55. Toean Kijai Hadji Daoedmasri Menanga
56. Toean Kijai Kemas Hadji Mastjik, Moehamad Tojib
57. Hingga 70 anggota lainnya.
Sedangkan Pengurus Lujnah Tanfiziah MPII diketuai oleh R.H. Matjik bin R. Ahmad, dan KH. Abdul Roni Akil selaku sekretaris, serta 27 anggota lainnya. Organisasi MPII hanya bertahan kurang lebih selama tujuh tahun (1930-1937).