NU Palembang Online – Kamis, 11 Juli 2024 Komunitas Pecinta Ziarah Palembang Darussalam dan Sumatera Selatan (KOPZIPS) kembali melakukan ekspedisi ziarah dalam rangka memperingati awal tahun baru Hijriah 1446 H.
Kali ini, tujuan ziarah mereka adalah makam Buyut Serdang yang terletak di Jalan KR Rojali, Desa Merah Mata, Ujung Lorong Gotong Royong, Kecamatan Banyuasin 1, Kabupaten Banyuasin, tepatnya di tepian Sungai Niur.
Ketua KOPZIPS, Muhammad Setiawan, M.H., menjelaskan, Berdasarkan peta Belanda tahun 1912/1914, disebutkan bahwa di tepian Sungai Niur, yang kini berada di Banyuasin, terdapat makam seorang Muslim bernama Buyut Serdang. Ada dua titik yang disebut sebagai makam Buyut Serdang, namun yang baru terdeteksi adalah titik dengan banyak makam.
“Titik lainnya yang hanya memiliki satu makam belum ditemukan jejaknya. Makam yang kami ziarahi saat ini sudah berada di pinggiran kebun laos milik petani sekitar, sementara titik satunya kemungkinan sudah masuk ke area perkebunan karet. Kami berharap di lain waktu KOPZIPS bisa melakukan ekspedisi ziarah ke makam tersebut,” Kata Setiawan yang juga Ketua MWC NU Kalidoni.
Rombongan KOPZIPS menemukan bahwa masyarakat sekitar sangat mengenal makam ini, menandakan bahwa makam Buyut Serdang cukup terkenal. Namun, medan jalan menuju makam ini memerlukan kesabaran dan keikhlasan.
“Sepanjang Jalan KR Rojali masih berupa jalan aspal yang bagus. Masuk ke Lorong Gotong Royong, kami disuguhi jalanan cor semen. Setelah simpang musholla, medan jalan dipenuhi batuan koral kerikil, dan akhirnya masuk wilayah perkebunan dengan jalan tanah yang super licin saat hujan,” tambah Setiawan.
Meskipun medan yang dilalui cukup menantang, rombongan KOPZIPS berhasil sampai di makam Buyut Serdang sekitar pukul 5 sore. Mereka langsung membacakan Surat Al-Fatihah dan doa, serta mengambil dokumentasi foto. Dari tinjauan KOPZIPS, makam ini ternyata cukup tua secara arkeologis. Hal ini dibuktikan dengan adanya keterangan legenda di peta Belanda tahun 1912/1914, serta bentuk makam yang berada di tepian sungai yang menunjukkan bahwa makam ini ada ketika transportasi di Palembang masih menggunakan jalur maritim.
Setiawan menjelaskan lebih lanjut. Bentuk makam menggunakan sepasang batu alam sebagai nisan, menandakan umur makam yang sudah tua. Selain makam Buyut Serdang yang berada dalam cungkup gubah, terdapat beberapa makam penduduk sekitar, namun tidak terlalu banyak. Makam tertua tertulis wafat tahun 1951 dan sisanya lebih muda dari tahun itu.
“Meskipun makam ini cukup tua, kondisinya masih terawat dengan baik. Makam ini cukup terawat dengan adanya gubah dan cukup bersih, artinya peninggalan bersejarah ini masih dipedulikan oleh penduduk setempat,” kata Setiawan.
“Mengenai bagaimana sejarah dari Buyut Serdang ini masih menjadi pertanyaan besar kita. Apakah ini Buyut Serdang di zaman Kesultanan Palembang Darussalam atau Buyut Serdang lain, Wallahu Alam,” tutup Setiawan. (Ali)
Luar biasa kiyai yang bertugas di Kopzips, semoga senantiasa berhasil dalam setiap investigasi tugasnya. Aamiin.