NU Palembang Online – Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Miftachul Akhyar, mengungkapkan kritiknya terhadap pemahaman yang berkembang mengenai kalimat populer di lingkungan NU, yaitu ‘NU ada di mana-mana dan tidak ke mana-mana’. Hal ini ia sampaikan saat Pembukaan Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) NU di Pesantren Al-Hamid Jakarta pada Senin (18/9/2023).
Menurut Kiai Miftah, makna asli dari kalimat tersebut adalah bahwa seorang Nahdliyin harus memiliki prinsip, keyakinan, dan akidah yang mantap, tetapi juga mampu berperan penting di berbagai tempat. Namun, ia melihat bahwa pemahaman ini semakin tipis dalam realitas sehari-hari.
“Tapi kenyataan dia di mana-mana dengan seluruh apa yang dia miliki. Bahkan semua perabot kekayaan NU di bawa ke mana-mana. Anehnya, dia tidak pernah pulang ke rumahnya karena di sana ada sesuatu yang nyaman dan menenangkan, kecuali kalau mereka sedang mengalami masalah, baru dia datang ke rumah. Tidak seperti itu keinginan para muassis, tidak seperti itu yang dimaksudkan dengan NU ada di mana-mana tidak ke mana-mana,” Ujar Kiai Miftah dikutip dari NU Online.
Kritiknya lebih lanjut mengungkapkan bahwa banyak yang mengaku sebagai Nahdliyin namun membawa segala perabotan kekayaan NU ke mana-mana, bahkan jarang pulang ke rumah karena kenyamanan di tempat lain. Kiai Miftah menjelaskan bahwa makna sejati dari kalimat tersebut adalah menguji nyali seseorang, bukan sekadar larut di tempat baru.
Dalam pandangan Kiai Miftah, orang seharusnya dapat pergi ke mana saja, tetapi untuk menguji diri mereka sendiri, bukan untuk mengubah nilai-nilai dan prinsip yang mereka anut. Ia menegaskan bahwa makna kalimat tersebut adalah untuk menguji integritas seseorang.
“Silakan anda ke mana-mana tapi untuk menguji nyali anda. Bukan larut di sana, bukan malah melebihi partai daripada anda yang masuk ke partai itu. Kita sudah dandan-dandan demikian, begitu ada di sana berubah 180 derajat. Yang dulu halal, malah halal lagi. Yang haram menjadi halal. Tidak ada yang haram, halal semua,” ucap Kiai Miftah.
Pada kesempatan Munas-Konbes NU 2023, Kiai Miftah menekankan bahwa PBNU berkomitmen untuk terus memperbaiki diri dan membuka diri terhadap kritik. Namun, ia menekankan bahwa kritik sebaiknya disampaikan dengan aturan dan caranya yang benar, bukan melalui media massa, agar proses perbaikan dapat berjalan efektif.
“Di sinilah Munas dan Konbes sebagai bukti kita terus untuk memperbaiki itu, tapi juga membuka diri kritik manakala ada salah monggo. Tapi ada aturan dan caranya, jangan lewat media, orang tahu, dan mungkin banyak orang menilai yang begitu tuh justru lebih bobrok daripada yang diperingatkan,” jelas Kiai Miftah. (Ali/net)