NU Palembang Online – Pada tahun 1950, sebuah langkah bersejarah diambil oleh Nahdlatul Ulama (NU) untuk memberikan perempuan muda di Indonesia platform yang kuat untuk berkontribusi dalam perubahan sosial dan kemajuan bangsa. Inilah saat di mana Fatayat NU, badan otonom NU yang menghimpun perempuan muda, resmi didirikan. Namun, perjalanan panjang dan inspiratif ini dimulai jauh sebelum itu.
Pemulaan yang Tidak Terlupakan
Masa perintisan Fatayat NU dapat ditelusuri hingga Muktamar NU ke-15 di Surabaya pada tahun 1940. Di sana, sejumlah pelajar putri MTs NU Surabaya bersama perempuan dari NU Muslimat (NUM) terlibat dalam kepanitiaan acara tersebut. Mereka disebut sebagai Putri NUM, Pemudi NUM, dan Fatayat, yang akhirnya menjadi cikal bakal organisasi ini.
Pada 1946, perempuan muda sudah terlibat dalam kepengurusan NUM. Mereka adalah sumber daya manusia utama ketika Fatayat NU akhirnya didirikan.
Kelahiran Fatayat NU
Di sekitar tahun 1948, tiga perempuan aktif dari Surabaya, Gresik, dan Sidoarjo, yaitu Murthosiyah, Ghuzaimah Mansur, dan Aminah, memimpin pembentukan cabang Fatayat NU di beberapa kota Jawa Timur. Pada saat yang sama, Ketua Umum PBNU, KH Mochammad Dahlan, memberikan dukungan penuh kepada mereka. Dalam sebuah rapat PBNU, pengurus Fatayat NU diundang dan pengakuan resmi diberikan.
Transformasi Menjadi Badan Otonom
Setelah mengalami serangkaian perubahan, Fatayat NU resmi menjadi badan otonom NU. Surat Keputusan PBNU NO. 574/U/Feb tanggal 14 Februari 1950, menjadikan Fatayat NU sebagai bagian yang tak terpisahkan dari NU. Begitu pula dengan Muktamar NU ke-18 di Jakarta pada tahun yang sama, yang memutuskan untuk mengakui Fatayat NU sebagai bagian dari NU.
Ekspansi dan Perkembangan
Setelah menjadi badan otonom, Fatayat NU melakukan konsolidasi di beberapa kota di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Majalah Melati diluncurkan pada Juli 1951 untuk memfasilitasi komunikasi antar kader. Seiring berjalannya waktu, Fatayat NU juga berkembang di luar Pulau Jawa.
Peran dalam Masa Sulit
Pada tahun 1962, Kongres Fatayat NU ke-6 melahirkan berbagai program baru, termasuk peran dalam mengimbangi gerakan PKI. Muktamar NU ke-24 pada 1967 diikuti oleh Fatayat NU, namun, mereka kemudian menyelenggarakan kongres secara terpisah. Rekomendasi penting yang dihasilkan dari kongres ini adalah tuntutan untuk membersihkan aparatur pemerintah dari oknum Orde Lama dan G-30-S, serta penolakan terhadap anggota PKI dalam pemilu 1971.
Fatayat NU: Pendidikan dan Sosial
Fatayat NU juga berperan aktif dalam bidang pendidikan, meminta alokasi anggaran 25 persen untuk pendidikan dan bantuan yang lebih besar untuk madrasah. Mereka juga memperjuangkan isu-isu sosial, termasuk pelacuran dan dekadensi moral.
Kesuksesan dan Kolaborasi
Dengan waktu, upaya registrasi dan konsolidasi kepengurusan berhasil. Fatayat NU tumbuh pesat dengan anggota tersebar di seluruh Indonesia. Kolaborasi dengan lembaga lain, termasuk departemen pemerintah, lembaga non-pemerintah, dan lembaga internasional, memperkuat peran Fatayat NU dalam pembangunan sosial Indonesia.
Fatayat NU telah dan terus berperan penting dalam membentuk wajah sosial dan budaya Indonesia. Dengan semangatnya yang terus berkobar, mereka melanjutkan misi mereka untuk membantu perempuan muda Indonesia mencapai potensi tertinggi mereka. Perjalanan ini adalah bagian integral dari sejarah Indonesia modern yang patut kita banggakan. (Ali)