NU Palembang Online – Diskriminasi sebagaimana mengacu kepada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) V adalah pembedaan perlakuan terhadap sesama warga negara (berdasarkan warna kulit, golongan, suku, ekonomi, agama, dan sebagainya). Tindakan diskriminatif membuat korbannya merasa tidak nyaman karena ada unsur menyudutkan suatu individu atau golongan.
Dilansir dari NU Online, jelang tahun politik tindakan diskriminasi antar individu maupun golongan akan muncul sebab adanya perbedaan pandangan maupun pilihan dalam politik. Perbedaan merupakan suatu anugerah apabila dapat dikelola dengan baik, akan tetapi ia juga dapat menjadi bencana yang melahirkan politik identitas, mengunggulkan satu golongan atas golongan lain, hingga tindakan diskriminatif baik melalui lisan maupun tindakan kekerasan fisik.
Mengacu kepada UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, tindakan diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung atau tidak langsung, didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan lainnya.
Apabila menilik lebih dalam, maka tindakan diskriminasi lahir dari adanya perbedaan yang tidak terkelola dengan baik. Di sisi lain, Islam sendiri memandang perbedaan adalah rahmat, yang mana dengan perbedaan akan ada warna dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan perbedaan, manusia akan saling mengenal satu sama lain, sebagaimana ditegaskan dalam surah al-Hujurat ayat 13:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS al-Hujurat 13).
Syekh Wahbah al-Zuhaili dalam al-Tafsir al-Munir mengemukakan dua hal mengenai ayat di atas. Pertama, kesetaraan (al-musawah) semua manusia. Oleh sebab itu, tidak boleh berbangga atas nasab, suku, ras atau kabilah. Kemudian yang kedua, kemuliaan dibuktikan dengan ketakwaan. (Syekh Wahbah al-Zuhaili, al-Tafsir al-Munir fi al-’Aqidah wa al-Syari’ah wa al-Manhaj, Beirut: Dar al-Muatsir, 1991, jilid XXVI, h. 260).
Selain adanya himbauan untuk saling mengenal dan menghargai, Islam secara tegas melarang mendiskriminasi orang lain atas dasar perbedaan. Hal ini ditegaskan dalam al-Quran surah Al-Hujurat ayat 11:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ ۖ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ ۚ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (QS Al-Hujurat 11).
Dalam hadis juga disebutkan larangan akan tindakan diskriminasi. Bentuk diskriminasi dalam hadis disampaikan Nabi dengan beragam bentuknya, ada berupa dengki terhadap orang lain, menipu, memutuskan hubungan persaudaraan, berbuat zalim, hingga membeli barang yang sudah dibeli orang lain dari penjual tersebut. Riwayat ini disampaikan Imam Muslim dalam Shahih-nya:
لاَ تَحَاسَدُوا وَلاَ تَنَاجَشُوا وَلاَ تَبَاغَضُوا وَلاَ تَدَابَرُوا وَلاَ يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ وَكُوْنُوا عِبَادَ اللهِ إِخْوَاناً . الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يَخْذُلُهُ وَلاَ يَكْذِبُهُ وَلاَ يَحْقِرُهُ . التَّقْوَى هَهُنَا –وَيُشِيْرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ – بِحَسَبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ، كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ [رواه مسلم]
Artinya, “Janganlah kalian saling dengki, saling menipu, saling marah dan saling memutuskan hubungan. Janganlah kalian menjual sesuatu yang telah dijual kepada orang lain. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lainnya, (dia) tidak menzaliminya dan mengabaikannya, tidak mendustakannya dan tidak menghinanya. Taqwa itu disini (seraya menunjuk dadanya sebanyak tiga kali). Cukuplah seorang muslim dikatakan buruk jika dia menghina saudaranya yang muslim. Setiap muslim atas muslim yang lain; haram darahnya, hartanya dan kehormatannya.” (HR Muslim).
Dengan demikian, Islam melarang tindakan diskriminasi apa dan bagaimana pun bentuknya. Sebagaimana yang sudah-sudah, tindakan diskriminasi kerap meningkat di tahun-tahun politik dan kontestasi pemilu, maka sudah seharusnya kita tidak melakukan tindakan diskriminatif kepada orang lain, bahkan sepatutnya kita melindungi orang-orang yang menjadi korban dari segala macam tindakan diskriminasi. Wallahu a’lam
Penulis: Amien Nurhakim